Liputan6.com, Jakarta - Patrialis Akbar dilantik menjadi hakim konstitusi bersamaan dengan penunjukan Akil Mochtar menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjuk Patrialis ini pun banyak mendapat protes.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Kamis (26/1/2017), protes datang dari kalangan akademisi dan pegiat antikorupsi. Apalagi, proses penunjukannya dinilai tidak transparan.
Sementara beberapa bulan setelah ketua MK dilantik, Akil tertangkap tangan dalam OTT KPK menerima suap perkara pilkada di rumah dinasnya. Pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) menghukum Akil dengan kurungan penjara seumur hidup.
Advertisement
Patrialis sempat mengunjungi Akil yang saat itu terbelit masalah hukum. Seiring berjalannya waktu, Patrialis kemungkinan akan bernasib sama dengan Akil yakni menjadi tahanan KPK.
Tertangkapnya dua hakim MK yang berasal dari politisi DPR memunculkan pertanyaan mengenai sistem rekrutmen hakim MK. Terutama, hakim yang berlatar belakang partai politik.
"Lima menit berhenti dari partai langsung bisa masuk menjadi hakim MK. Nah, ini memang satu masalah sendiri. Kedua, kualifikasi juga prosedur rekrutmennya," kata mantan ketua MK Jimly Asshiddiqie.
Perubahan sistem rekrutmen hakim MK tampaknya harus segera diperbaiki. Cukuplah dua saja hakim MK yang terjerat kasus korupsi. Jangan sampai ada kasus korupsi lain yang menjerat penjaga konstitusi negeri.
Simak tayangan video selengkapnya dalam tautan ini.